Dalam point pertama maklumat Pangersa Abah (Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin r.a) disebutkan agar kita meningkatkan kesadaran dan keikhlasan untuk melaksanakan ibadah, baik shalat fardhu, shalat sunat, dzikrullah, khataman, manakiban maupun ibadah lainnya dan berusha menjadi panutan bagi ikhwan/akhwat TQN PP. Suryalaya khususnya serta masyarakat pada umumnya.
Mengapa kita harus meningkatkan ibadah? Karena ibadah itulah tujuan hidup manusia di dunia ini. Silahkan menjadi bisnisman, pejabat, ulama, ilmuan, bintang film dan sebagainya asal jangan lupa untuk selalu beribadah. Karena segala sesuatu pekerjaan kalau tidak menjadi ibadah tidak ada ganjarannya (mubadzir). Sehingga banyak sekali pekerjaan yang kelihatannya seperti ibadah, tetapi karena niatnya yang salah maka tidak menjadi ibadah. Sebaliknya pekerjaan yang kelihatannya duniawi dikarenakan baik niatnya maka menjadi amal ibadah.
Marilah kita mulai dari diri sendiri, khususnya kita yang sedang belajar dzikir agar dzikirnya berbuah. Apa itu buahnya dzikir? Buahnya mengamalkan dzikir adalah adanya peningkatan ibadah kepada Allah SWT. Kalau diibaratkan ketika kita di talqin dzikir oleh guru Mursyid itu, laksana menanam pohon pisang. Pohon pisang itu tidak akan tumbuh baik dan berbuah kalau tidak dipelihara dan dirawat.
Kalau dipelihara dan dirawat pohon pisang itu, maka akan menjadi besar dan mempunyai jantung setelah itu jadilah pohon pisang yang berkulit hijau. Dan getahnya pahit. Kita jangan bodoh, bahwa adanya pisang besar dan manis itu berasal dari pisang yang kecil dan masam. Oleh karena itu, setelah kita mendapatkan talqin dzikir, kita perlu mengamalkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga menghasilkan jantung yaitu dengan meningkatnya pengendalian hawa nafsu dan syetan.
Dalam mankobah disebutkan bagaimana ibadahnya Tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani yang begitu hebat. Sehingga disebutkan bahwa beliau duduk berdiam diri (kholwat) selama 25 tahun di Tegalan Iraq yang jauh dari manusia.
Kholwat menurut kitab Sirrur Asror ada dua macam : Ada kholwat dzohir ada kholwat bathin. Kholawat dzohir seperti kita masuk ke kamar khusus selama 1-2 jam khusus untuk beribadah. Sedangkan kholwat bathin yaitu dalam hati kita walaupun badan dengan manusia. Kita selalu dzikir dalam hati (khofi). Itulah yang dimaksud dengan kholwat bathin. Jadi tidak menggangu manusia lainnya.
Apa falsafahnya? Falsafahnya adalah kupu-kupu. Binatang kupu-kupu ini tadinya berasal dari seekor ulat (bahasa sunda = "hileud") yang menyebabkan gatal apabila terkena kulit manusia. Lalu ulat itu berproses dan atas izin Allah menjadi kepompong yang menutup diri (Kholwat) dan hanya bergantung kepada satu benang (Allah SWT.) sehingga akhirnya lahirlah menjadi seekor kupu-kupu. Pantaslah kalau Pondok Pesantren Suryalaya berlambang kupu-kupu. Tujuannya agar kita tidak menjadi ulat yang mengganggu orang lain. Apakah kita pernah mengganggu orang lain? Kalau kita memakai pakaian bagus, lalu memakai bedak dan lipstik agar diperhatikan dan dipuji orang lain, itu sama dengan mengganggu orang lain. Perlu kita sadari bahwa pertempuran kita dengan syetan itu tidak seimbang ibarat kita bertinju dengan juara dunia mike tyson. Ketika dipukul kita langsung jatuh bahkan bisa saja menjadi almarhum (mati). Apa buktinya? Ketika terdengar suara adzan shubuh berkumandang "Assholatu khoirumminan-naum" (shalat itu lebih baik daripada tidur). Kita malah semakin terbuai oleh tidur, sehingga mesjid-mesjid hanya diisi oleh satu orang yang berjamaah shalat shubuh.
Jadilah seperti kupu-kupu yang bisa terbang dengan kedua sayapnya. Apa maksud kedua sayap itu? Maksudnya yaitu kita harus mempunyai ilmu dzohir dan ilmu bathin. Seekor kupu-kupu tidak akan bisa terbang dengan hanya satu sayap. Begitu juga manusia tidak akan mampu terbang (ma'rifat) kepada Allah kalau hanya mempunyai ilmu dzohir saja atau hanya mempunyai ilmu bathin saja. Jadi seorang manusia yang ingin terbang (ma'rifat) kepada Allah harus mempunyai kedua ilmu tesebut. (Dzohir dan bathin) dan mengamalkannya. Ketika kita berdzikir kepada Allah berarti kita sedang terbang menuju Allah. Mana jalanya? Hati kita yang menjadi jalannya. Mana rutenya? Rutenya adalah melalui berbagai lapis alam; alam Mulki, Malakut, Jabarut dan seterusnya.
Disampaikan Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
Sumber : http://www.suryalaya.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar